Tag Archive for: fun

Agenda Kunjungan Tim Riset IIS UGM ke Republik Demokratik Timor Leste: Bagian Kedua

Setelah sebelumnya menjalani kegiatan wawancara dengan otoritas setempat terkait isu pertbatasan Indonesia – Republik Demokratik Timor Leste (RDTL), tim penelitian Insittute of International Studies (IIS), Departemen Ilmu Hubungan Internasional Universitas Gadjah Mada (DIHI-UGM) melaksanakan agenda riset selanjutnya yang berfokus pada pengambilan data kualitatif di level masyarakat akar rumput.

Tim penelitian berjudul ‘Solving the Territorial Border Dispute between the Republic of Indonesia and the Democratic Republic of Timor Leste in Hau Meni- Ana and Manusasi, District of Kefamenanu, Regency of Nort East Timor, Province of East Nusa Tenggara through Compliance to the Agreement and Prevention of Issue Internationalization’ yang terdiri atas Dr. Siti Mutiah Setiawati, MA (dosen DIHI-UGM), Dra Ratnawati, SU(dosen Politik dan Pemerintahan UGM), Drs. Susi Daryanti, M.Sc (dosen Pembangunan Sosial dan Kesejahteraan UGM) serta Muhammad Indrawan Jatmika, MA (peneliti IIS) melanjutkan agenda  peninjauan kondisi rill perbatasan kedua negara  di Desa Manusasi dan Haumeni Ana, Kabupaten Timor Tengah Utara, Provinsi Nusa Tenggara Timur. Lokasi tersebut berbatasan langsung dengan Distrik Oecusse di wilayah Timor Leste.

Dalam kesempatan ini , tim peneliti melakukan audiensi dengan masyarakat setempat, aparatur pemerintah, serta pihak TNI- POLRI sebagai penjaga perbatasan. Pihak masyarakat dan aparatur setempat dalam audiensi tersebut menyampaikan bahwa sudah ada kesepakatan zonasi daerah perbatasan antara Indonesia dan Timor Leste, namun pada praktiknya kesepakatan tersebut belum dapat diimplementasikan dengan baik karena faktor konflik kepentingan diantara masing-masing pihak masyarakat. Untuk menyelesaikan berbagai sengketa perbatasan, masyarakat selama ini selalu menjunjung tinggi nilai- nilai persaudaraan dan adat istiadat setempat sehingga potensi konflik dapat diminimalisir.

Proses resolusi konflik perbatasan ini juga terbantu dengan adanya ikatan kekeluargaan dan kekerabatan diantara masyarakat perbatasan dengan masyarakat Timor Leste, sehingga nilai- nilai persaudaraan masih dijunjung tinggi. Meskipun begitu, masyarakat juga menuntut  ketegasan pemerintah pusat untuk segera menentukan batas- batas negara yang konkret dan telah disepakati secara government to government dengan Timor Leste, sehingga masyarakat Indonesia yang bersengketa memiliki perlindungan hukum yang lebih kuat.

Di Desa Haumeni – Ana, tim peneliti IIS menemukan suatu problematika khusus, yaitu unsurveyed border atau wilayah perbatasan dimana belum pernah dilakukan survei oleh pemerintah, sehingga berpotensi menimbulkan konflik perbatasan diantara masyarakat. Selain faktor geografis yang telah dijelaskan di bagian sebelumnya, kurangnya pendekatan dengan masyarakat juga turut mempersulit eksekusi survei wilayah perbatasan di sekitar Desa Haumeni – Ana. Kombinasi diantara dua faktor inilah yang menyebabkan hingga saat ini belum ada survei perbatasan yang dilakukan di wilayah tersebut. Masyarakat juga menekankan bahwa para petugas survei belum dapat mengakomodasi kepentingan mereka dalam konflik sengketa perbatasan, dan malah cenderung menguntungkan pihak Timor Leste. Disharmonisasi pendapat antar kedua belah pihak menyebabkan terjadinya beberapa kali kasus penolakan dari masyarakat setempat dalam usaha survei wilayah perbatasan yang coba dilakukan oleh pihak- pihak terkait.


Penulis : Indrawan Jatmika & Raditya Bomantara
Penyunting : Alifiandi Rahman Yusuf & Wilibrordus Bintang Hartono

CANGKIR TEH #1: Problematika dan Tantangan Hak Masyarakat Adat di Indonesia

Hak-hak Masyarakat Adat diatur tidak hanya dalam kapasitas sebagai masyarakat adat lokal dan warga negara, tetapi juga sebagai bagian dari komunitas masyarakat adat global. Namun, di Indonesia, kondisinya menjadi problematis karena, meski telah mengakui hak masyarakat adat di level internasional melalui penandatanganan dokumen UNDRIP, hingga kini belum ada regulasi yang mengatur rekognisi dan pemenuhan hak masyarakat adat secara spesifik.

Untuk membahas permasalahan terkait, Jumat (1/3), Institute of International Studies menyelenggarakan kegiatan “Berbincang dan Berpikir tentang Hubungan Internasional” atau “CANGKIR TEH” untuk pertama kalinya, dengan tajuk diskusi “Hak Masyarakat Adat dan Politik Kewargaan di Indoesia”. Kegiatan berlangsung di Ruang BA-502, FISIPOL UGM dengan menghadirkan Ayu Diasti Rahmawati, dosen Departemen Ilmu Hubungan Internasional Universitas Gadjah Mada sekaligus peneliti utama riset “Plural Citizenship and the Politics of Indigenous Rights in Indonesia” yang didukung oleh lembaga SHAPE-SEA.

Pada kegiatan ini, Ayu memaparkan problematisasi serta temuan sementara dari riset yang masih berlanjut ini. Penelitian Ayu dan kawan-kawan, pada intinya, berusaha meneliti kompleksitas di balik pemenuhan hak masyarakat adat di Indonesia dengan dua studi kasus utama, yakni masyarakat adat di Kalimantan Barat dan masyarakat adat di Pati.

“Rancangan Undang-Undang tentang hak masyarakat adat ini sudah ada tiga versi, tapi sampai sekarang masih mandek, belum ada pengesahannya,” ujar Ayu.

Hal ini salah satunya dipengaruhi oleh kondisi “rights-talk” atas hak masyarakat adat, dalam artian, siapa saja aktor yang bermain dan kekuasaan yang dimiliki oleh masing-masing aktor di balik pewacanaan atas hak masyarakat adat. Pasalnya,  aktor-aktor yang terlibat tidak memiliki kekuasaan yang setara sehingga menimbulkan proses pertentangan wacana yang tidak setara pula. Inilah yang  menyulitkan pengesahan dan rekognisi hak masyarakat adat di level negara.

Selain itu, politik kewargaan di Indonesia juga berkontribusi terhadap terkendalanya pemenuhan hak masyarakat adat. Pasalnya,  membership atau keanggotaan masyarakat adat saja masih sering dipertanyakan, bahkan dalam beberapa kesempatan tidak diakui oleh pemerintah. Ditambah lagi perdebatan tentang pemakaian istilah ‘indigenous‘ dan adat; perdebatan mengenai subjek atau objek yang harus terlebih dahulu direkogisi; dan berbagai polemik lain menambah kerumitan isu dan ambil bagian dalam tersendatnya pemenuhan hak.

Terlepas dari polemik yang terjadi, Ayu menyatakan bahwa perjuangan masyarakat adat ialah perjuangan kolektif. Perlu diingat bahwa masyarakat adat  merupakan aktor yang berperan besar dalam upaya pelestarian lingkungan. Deklarasi Rio tentang Lingkungan dan Pembangunan bahkan menyatakan bahwa masyarakat adat adalah salah satu aktor vital dalam upaya mendorong pembangunan berkelanjutan sehingga, dalam melaksanakan aktivitasnya, masyarakat adat juga sedang berusaha menjaga bumi dari kerusakan.

“Mereka punya cara-cara tertentu untuk menjaga dan melestarikan lingkungan yang sudah terbukti (dampaknya)”  tambah Ayu.

Untuk melakukan upaya-upaya terkait, masyarakat adat butuh regulasi yang menjamin hak-haknya. Karenanya, sebagai masyarakat umum, menjadi penting untuk bersama-sama membantu masyarakat  memperoleh hak-hak tersebut.


Penulis: Sonya Teresa
Penyunting
Angganararas Indriyosanti

The US Election and NAFTA Trade Agreements

Lorem ipsum dolor sit amet, consectetuer adipiscing elit. Aenean commodo ligula eget dolor. Aenean massa. Cum sociis natoque penatibus et magnis dis parturient montes, nascetur ridiculus mus. Donec quam felis, ultricies nec, pellentesque eu, pretium quis, sem.

Nulla consequat massa quis enim. Donec pede justo, fringilla vel, aliquet nec, vulputate eget, arcu. In enim justo, rhoncus ut, imperdiet a, venenatis vitae, justo. Nullam dictum felis eu pede mollis pretium. Integer tincidunt. Cras dapibus. Vivamus elementum semper nisi. Aenean vulputate eleifend tellus. Aenean leo ligula, porttitor eu, consequat vitae, eleifend ac, enim.

Nunc nec neque. Phasellus leo dolor, tempus non, auctor et, hendrerit quis, nisi. Curabitur ligula sapien, tincidunt non, euismod vitae, posuere imperdiet, leo. Maecenas malesuada. Praesent congue erat at massa. Sed cursus turpis vitae tortor.

  • Donec posuere vulputate arcu.
  • Phasellus accumsan cursus velit.
  • Vestibulum ante ipsum primis in faucibus orci luctus et ultrices posuere cubilia Curae;
  • Sed aliquam, nisi quis porttitor congue