[RECAP] Regional Colloquium on Middle East : Perdamaian Negara-Negara Arab dengan Israel : Menilik Jejak, Merintis Langkah

Pada hari Senin, 14 Desember 2020, Institute of International Studies, Universitas Gadjah Mada menyelenggarakan edisi kedua dari Regional Colloquium setelah edisi perdana pada tahun 2018. Pada edisi kali ini, Regional Colloquium mengambil kawasan Timur Tengah sebagai fokus utama, dan bertemakan “Post-Trump Middle East: Isu-Isu Geopolitik di Wilayah Timur Tengah Pasca Lengsernya Presiden Donald Trump“. Dengan fokus untuk membahas mengenai implikasi terpilihnya Joe Biden sebagai presiden baru Amerika Serikat terhadap stabilitas regional Timur Tengah, IIS UGM mengundang 4 pembicara pada kesempatan tersebut. Pada sesi panel pertama, IIS UGM mengundang Prof. Dr. Bambang Cipto, Guru Besar Universitas Muhammadiyah Yogyakarta dan Dr. Nur Rachmat Yuliantoro, Dosen Departemen Ilmu Hubungan Internasional, Universitas Gadjah Mada, yang akan membahas mengenai proyeksi kebijakan luar negeri Amerika Serikat terhadap kawasan Timur Tengah pada era Presiden Joe Biden.

Sesi pertama tersebut dibuka oleh Muhammad Indrawan Jatmika, staf peneliti IIS UGM selaku moderator, dan dimulai oleh Prof. Bambang Cipto yang memaparkan materinya yang berjudul “Kepentingan Amerika di Timur Tengah”. Prof. Cipto menuturkan, bahwa Kepentingan utama Amerika Serikat di Timur Tengah adalah mempertahankan eksistensi Israel dan melindungi kepentingan Israel di Timur Tengah, karena Israel adalah perpanjangan tangan bagi Amerika di kawasan tersebut. Pengaruh lobi Yahudi yang kuat di Amerika Serikat, salah satunya lewat AIPAC memberikan jaminan bahwa presiden AS terpilih selalu mempertahankan eksistensi Israel dari gangguan negara lain di Timur Tengah. Sebagai “anak emas” AS, Israel menikmati bantuan luar negeri dalam jumlah besar dari AS, yang dialihkan Israel untuk merealisasikan superioritas militer di kawasan. Selain itu, dukungan AS terhadap Israel juga dapat dilihat dalam PBB, dimana Israel selalu memiliki posisi yang kuat karena dukungan AS. Sebagai penutup Prof. Cipto menekankan bahwa AS dibawah Biden kemungkinan besar akan tetap mempertahankan kehadirannya di Timur Tengah via Israel, meskipun dengan dengan beberapa penyesuaian pada kebijakan peninggalan AS.

Principled but Pragmatist : Proyeksi Politik Luar Negeri Joe Biden di Timur Tengah” merupakan judul materi Dr. Nur Rachmat Yuliantoro  pada sesi kedua panel pertama. Dr. Rachmat membahas mengenai beberapa tantangan yang harus dihadapi oleh Biden dalam menangani kawasan Timur Tengah, yang disebut Biden sebagai salah satu kawasan penting dalam tulisannya “Why America Must Lead again : Rescuing U.S Foreign Policy After Trump”. Biden memandang bahwa AS kini sudah tidak lagi menjadi pemimpin global, dan Biden ingin memperbarui kebijakan luar negeri AS untuk mendukung AS kembali ke posisi tersebut. Namun, terkait dengan kawasan Timur Tengah Biden harus mempersiapkan AS terhadap beberapa tantangan, seperti : (1) bagaimana AS akan menangani Iran, (2) menentukan sikap terhadap Turki, (3) merumuskan dan menjalankan kebijakan pendukung demokrasi dan partisipasi politik yang lebih luas di kawasan, (4) menjadi penengah “yang adil” bagi kesepakatan damai yang benar benar menekankan kepada kepentingan Palestina, dan (5) menemukan penyelesaian “yang diterima” secara luas terhadap krisis Yaman, Civil War di Suriah dan Instabilitas Irak dan Afghanistan.

Pada panel kedua yang bertemakan geopolitik dan perdamaian terkini di kawasan Timur Tengah, IIS mengundang Dr. Siti Mutiah Setiawati, Dosen Ilmu Hubungan Internasional Universitas Gadjah Mada dan Drs. Nur Munir, Direktur Islamic and Middle East Research Center, Universitas Indonesia. Dr. Siti Mutiah membuka panel dengan memaparkan mengenai signifikansi geopolitik dari wilayah Palestina yang seringkali menjadi sumber konflik dan instabilitas kawasan. Bagi bangsa Arab, wilayah Palestina merupakan tanah yang sudah mereka tinggali dari tahun 60 M, dan juga merupakan tempat suci ketiga bagi umat Islam, yang merupakan agama yang dianut oleh mayoritas bangsa Arab. Di sisi lain, Palestina juga memiliki nilai penting bagi bangsa Yahudi, karena wilayah Palestina merupakan wilayah yang dijanjikan oleh Tuhan bagi orang-orang Yahudi, dan tidak ada kompromi untuk wilayah Palestina. Perbedaan nilai dan kepercayaan inilah yang melatari konflik berkepanjangan diantara negara-negara Arab dengan Israel atas wilayah Palestina.  Meskipun begitu, Setelah tahun 1973, perkembangan baru mulai terjadi dalam bentuk dimulainya gelombang pembukaan hubungan diplomatik negara Arab dengan Israel dan mulai terpecahnya Pan-Arabisme.gelombang ini diawali oleh Mesir pada 1978, Yordania pada 1994 dan dan Uni Emirat Arab serta Bahrain pada tahun 2020.

Pada sesi terakhir, Drs. Nur Munir membawakan materinya yang berjudul “Road Path Toward the Future of Jerusalem According to the View of the State of Israel : Academic Search to Find a Proper Political Standing of the Republic of Indonesiato Contribute Making a Better World”. Drs Nur Munir memaparkan sudut pandang Israel terhadap signifkansi wilayah Palestina, terutama kota Yerusalem sebagai salah satu dasar kebijakan Israel. Drs. Nur Munir menekankan, bahwa untuk mencapai perdamaian dan stabilitas regional di Timur Tengah, diperlukan pemahaman atas signifikansi wilayah tersebut bagi bangsa Yahudi dan Israel, karena ada bagian yang dapat sejalan dan tidak sejalan dengan kepentingan umat Islam di Arab. Selain itu, konflik dan sengketa wilayah Palestina kini tidak bisa hanya dipandang sebagai isu politik dunia Arab semata, tetapi juga sebagai isu politik dunia Islam secara menyeluruh. Sebagai penutup, Drs. Nur Munir menyimpulkan bahwa  pemahaman ini juga diperlukan oleh Indonesia dalam peran aktifnya dalam mendukung resolusi konflik dan kemerdekaan Palestina, yang sejalan dengan Alinea 1 dan 4 Undang-Undang Dasar Republik Indonesia serta kebijakan politik luar negeri yang bebas aktif.


Penulis : Raditya Bomantara

Penyunting : Handono Ega P.

0 replies

Leave a Reply

Want to join the discussion?
Feel free to contribute!

Leave a Reply

Your email address will not be published.