GLOBAL SOUTH REVIEW | Volume 6 No. 2 December 2024

Newest edition of Global South Review is now available!

Global South Review is a social and political journal that aims to provide an academic and policy platform to exchange views, research findings, and dialogues within the Global South and between the Global North and the Global South.

Global South Review examines all the issues encountered by Global South in the context of current international justice, security, and order. The journal focuses, but not exclusively, on the role of Global South in global politics; the rise, demise, and possible revival of South-South internationalism and Bandung Spirit; and the dynamics of relations between Global South and Global North. Authors may submit research articles and book reviews in related subjects.

In this edition, GSR features six writings highlighting various issues paramount in the Global South.

Access it through the link:
jurnal.ugm.ac.id/globalsouth

[IIS BRIEF] The Kremlin’s Visit to the Red Dragon’s Lair: A Stimulus-Response Look into Russia’s May Visit to China

On April 29, 2024, NATO Secretary General (Jens Stoltenberg) visited Kyiv to reaffirm NATO’s support for Ukraine amid the ongoing war with Russia. Two weeks later, Vladimir Putin visited Beijing, marking the first meeting with Chinese President Xi Jinping in over six months. It raised questions about the timing and significance of the visit, especially in light of recent developments between Russia and China and Stoltenberg’s earlier visit to Ukraine. How the meeting between NATO and Ukraine served as a stimulus for Russia that eventually led to its response in the form of engagement with China? This episode of IIS Brief will analyze the Putin’s visit to Beijing on May 2024 using the stimulus-response theory.

Author: Raihan Alfi
Editor: IIS Team
Designer: Dian Adi MR

[IIS RECAP] Peluncuran Kelas Daring “Netizen Juga Citizen: Menyemarakkan Aktivisme Digital”

Yogyakarta, 24 Oktober 2024 – Dalam rangka mewujudkan masyarakat yang lebih demokratis melalui aktivisme digital, Institute of International Studies, Universitas Gadjah Mada (IIS UGM), berkolaborasi dengan British Council Alumni UK Social Action Grant, mengadakan peluncuran kelas daring yang berjudul “Netizen Juga Citizen: Menyemarakkan Aktivisme Digital”. Kelas ini dapat diakses oleh kalangan umum melalui FISIPOL UGM Online Campus (FOCUS UGM) secara gratis. Peluncuran kelas daring “Netizen Juga Citizen: Menyemarakkan Aktivisme Digital” merupakan acara yang diselenggarakan oleh IIS UGM yang didukung oleh British Council melalui skema hibah Alumni UK Social Action Grant yang mengangkat topik mengenai “Digital Activism For All.” Kelas daring ini diharapkan dapat membekali masyarakat dengan kemampuan untuk merefleksikan, melakukan, dan melembagakan aktivisme digital.

Sambutan dari Mr. Summer Xia selaku Country Director Indonesia & South East Asia Cluster Lead British Council.

Acara dimulai dengan sambutan pertama dari Mr. Summer Xia selaku Country Director Indonesia & South East Asia Cluster Lead British Council. “Aktivisme digital telah menjadi alat penting untuk mendorong perubahan positif dan mewujudkan masyarakat yang lebih adil. Dengan mengintegrasikannya ke dalam platform FOCUS UGM, kami akan membuat pendidikan aktivisme digital dapat diakses oleh semua orang,” ucap Mr. Summer Xia.

Sambutan kedua disampaikan oleh Dr. Luqman-Nul Hakim, Direktur IIS UGM. Dr. Luqman menekankan bahwa “Melalui kegiatan diskusi pada hari ini, kita diharapkan dapat belajar bersama dengan pembicara terkait pengalaman-pengalaman menggunakan dunia digital sebagai ruang aktivisme baru.”

Sambutan ketiga disampaikan oleh Dr. Wawan Mas’udi selaku Dekan FISIPOL UGM yang menggarisbawahi pentingnya aktivisme digital sebagai upaya untuk memperkuat demokrasi serta partisipasi masyarakat dalam berbagai aspek kehidupan. Sambutan tersebut juga menandakan diresmikannya kelas daring “Netizen Juga Citizen: Menyemarakkan Aktivisme Digital” di platform FOCUS UGM.

Selayang pandang kelas aktivisme digital oleh Dr. Diah Kusumaningrum.

Sebelum masuk ke diskusi utama, Dr. Diah Kusumaningrum memberikan selayang pandang tentang program kelas aktivisme digital. “Pada awalnya, IIS UGM dan Yayasan TIFA bekerja sama untuk membuat modul aktivisme digital. Modul tersebut menjadi basis dalam menyelenggarakan pelatihan di Yogyakarta, Makassar, maupun secara daring dan diikuti oleh 110 organisasi masyarakat sipil di Indonesia. Dari situlah kami berencana untuk memperluas kebermanfaatan dari modul aktivisme digital dengan meluncurkan kelas daring ‘Netizen Juga Citizen: Menyemarakkan Aktivisme Digital’ di platform FOCUS UGM,” kata Dr. Diah. 

Acara kemudian dilanjutkan dengan sesi diskusi yang dipandu oleh Ni Made Diah Apsari Dewi. Terdapat tiga pembicara yang turut hadir untuk berbagi pengalaman serta perspektif mereka terkait aktivisme digital, yakni Muhammad Raafi (Koordinator Climate Rangers Jogja), Dzaky Putra Wirahman (Editor in Chief What Is Up, Indonesia?), dan Coory Yohana (Damai Pangkal Damai). Poin-poin yang dibahas berkaitan dengan definisi aktivisme digital, tantangan dan peluang aktivisme digital, serta bagaimana menggunakan aktivisme digital untuk merespons kondisi sosial politik kontemporer di sekitar kita.

Sesi diskusi bersama ketiga pembicara, yaitu Muhammad Raafi (Koordinator Climate Rangers Jogja), Coory Yohana (Damai Pangkal Damai), dan Dzaky Putra Wirahman (Editor in Chief What Is Up, Indonesia? – secara daring).

Beberapa temuan yang didapatkan dari sesi diskusi adalah pertama, aktivisme digital merupakan bagian yang tidak dapat terpisahkan dengan aktivisme konvensional. Aktivisme digital memiliki fungsi sebagai jalur penyebaran informasi, alat pembentuk narasi, serta jalur untuk mendukung aktivisme di lapangan. Kedua, ruang digital bukanlah tempat yang ‘netral’, melainkan tempat ‘tarik ulur’ kekuasaan sehingga kita sebaiknya melihat ruang tersebut sebagai wadah untuk menjalankan kewajiban kewarganegaraan melalui aktivisme digital. Ketiga, kita tidak perlu menunggu kata ‘siap’ untuk melakukan aktivisme digital. Mengambil langkah pertama dan membentuk komunitas merupakan dua hal penting. Komunitas tidak hanya akan ‘meminjamkan keberanian’, tetapi juga dapat melengkapi kekurangan dalam melakukan aktivisme digital yang mungkin kita miliki.

Setelah diskusi selesai, terdapat sesi tanya jawab untuk memberikan kesempatan bagi peserta dalam bertukar pendapat maupun memperdalam pengetahuan mereka. Kemudian, acara ditutup dengan sesi dokumentasi bersama.

 

Written by: Anggita Fitri Ayu Lestari
Editor:  Albert Nathaniel & Ni Made Diah Apsari Dewi

 

[IIS RECAP] Stakeholders Meeting Penelitian Contesting Loss for Indonesian Communities in Climate Crisis (CLICCC)

Sebagai bagian dari kegiatan penelitian berjudul Contesting Loss for Indonesian Communities in Climate Crisis (CLICCC), Institute of International Studies, Universitas Gadjah Mada (IIS UGM) bersama dengan Murdoch University serta anggota konsorsium CLICCC, mengadakan serangkaian acara diskusi dan pemaparan hasil penelitian pada tanggal 7 – 11 Oktober 2024. Dengan bergerak di bawah naungan hibah KONEKSI, kemitraan CLICCC terdiri dari Murdoch University Indo-Pacific Research Centre, sebagai mitra Australia. Sementara itu, IIS UGM merupakan ketua konsorsium Indonesia yang bermitra dengan RUJAK Centre for Urban Studies; Pusat Studi Pembangunan Berkelanjutan, Universitas Satya Wacana; Hubungan Internasional, Universitas Muhammadiyah Yogyakarta; serta Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Hasanuddin.

Penelitian CLICCC berusaha untuk menjawab dua pertanyaan inti. Pertama, bagaimana kerugian dan kerusakan dihitung untuk dan dalam komunitas yang beragam, khususnya untuk sumber daya ekonomi, ekologi, serta non-ekonomi yang kompleks seperti pengetahuan adat dan kesehatan mental? Kedua, kemitraan seperti apa yang perlu dibangun oleh masyarakat dengan pemerintah untuk mengajukan klaim terhadap dana kerugian dan kerusakan secara global? Pertanyaan-pertanyaan inilah yang mendasari riset lapangan di tiga wilayah berbeda, yaitu Pulau Pari di Kepulauan Seribu, Penjaringan di Jakarta Utara, dan Banyusidi di Jawa Tengah.

Pada tanggal 7 – 8 Oktober 2024, tim CLICCC mengadakan rapat internal selama dua hari untuk mengevaluasi proyek strategis. Dua hal yang menjadi sasaran utama evaluasi berkaitan dengan relevansi pertanyaan penelitian dan objektif penelitian. Rapat internal tersebut juga membahas agenda untuk CSO day dan Government day. Dr. Rebecca Meckelburg, fellow researcher IIS UGM, menyampaikan bahwa kita perlu lebih peka ketika mendefinisikan ‘kerentanan’ dalam konsep pembuatan klaim. Komunitas mengalami kerugian ekonomi serta budaya yang berbeda-beda, di mana dampak yang dialami juga berkelindan dengan adanya ketidaksetaraan. Oleh karenanya, kita perlu berhati-hati dalam membuat klaim yang luas mengenai dampak perubahan iklim.

Lokakarya bersama organisasi masyarakat sipil dan para jurnalis pada tanggal 9 Oktober 2024.

Selanjutnya, pada tanggal 9 Oktober 2024, diadakan lokakarya bersama organisasi masyarakat sipil dan para jurnalis. Tujuan dari lokakarya tersebut adalah mengenalkan penelitian CLICCC kepada masyarakat sipil, membangun koalisi yang luas dan beragam untuk Loss & Damage (L&D), serta menciptakan ruang untuk saling berbagi hasil temuan. Lokakarya dihadiri oleh beberapa aktor, seperti WALHI, The Conversation, perwakilan masyarakat Muara Angke dan Muara Baru, perwakilan masyarakat Pulau Pari, serta perwakilan KONEKSI.

Acara dimulai dengan pembukaan dari Dr. Luqman-Nul Hakim selaku Direktur IIS UGM dan diikuti dengan sambutan dari Irene Pingkan Umboh selaku Wakil Kepala Bidang Kemitraan KONEKSI. Lokakarya kemudian dilanjutkan dengan presentasi oleh empat narasumber, yakni Pengenalan Konsorsium dan Kerangka Riset oleh Dr. Luqman-Nul Hakim, Lompat Skala dalam Advokasi Keadilan Iklim oleh Dr. Agung Wardana, Perubahan Iklim dan Dampak pada Masyarakat Pedesaan oleh Dr. Rebecca Meckelburg, serta Loss & Damage: Belajar dari Komunitas Pesisir Kota oleh RUJAK Centre for Urban Studies. Setelah presentasi selesai, terdapat sesi sharing bersama dan storyboard untuk memberikan kesempatan berbagi pendapat atau pengalaman para organisasi masyarakat sipil dan jurnalis yang berkaitan dengan krisis iklim.

Pemaparan hasil penelitian CLICCC bersama pemerintah pada tanggal 10 Oktober 2024.

Di hari keempat (10 Oktober 2024), tim CLICCC mengadakan Government day atau pemaparan hasil penelitian bersama pemerintah yang turut dihadiri oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Republik Indonesia; Direktur Pembangunan, Ekonomi, dan Lingkungan Hidup – Kementerian Luar Negeri Republik Indonesia, serta BAPPENAS. Tujuan dari pertemuan tersebut yaitu berbagi hasil penelitian dengan perwakilan pemerintah dan melakukan eksplorasi perkembangan terkini isu perubahan iklim, utamanya dalam hal perubahan rezim.

Kegiatan diawali dengan penjelasan mengenai penelitian CLICCC secara garis besar oleh Jacqui Baker dari Murdoch University dan Dr. Paskal Kleden dari KONEKSI. Jacqui Baker menyampaikan bahwa ide penelitian CLICCC muncul dari fakta di lapangan bahwa perubahan iklim sedang terjadi begitu cepat dan memberikan dampak ekonomi maupun non-ekonomi terhadap kehidupan masyarakat. Karenanya, perlu adanya riset mendalam untuk memetakan aspirasi guna memberikan bantuan kepada masyarakat yang mengalami dampak irreversible akibat perubahan iklim.

Kegiatan kemudian diisi dengan sesi pemaparan hasil penelitian oleh empat narasumber, yakni Dr. Luqman-Nul Hakim dari IIS UGM, Dr. Rebecca Meckelburg yang merupakan fellow researcher IIS UGM, Elisa Sutanudjaja dari RUJAK Centre for Urban Studies, serta Dr. Agung Wardana dari Universitas Gadjah Mada. Salah satu temuan penting dari pemaparan tersebut adalah tata kelola iklim di Indonesia, terutama dalam isu L&D masih kurang efektif karena belum ada kerangka regulasi yang dapat melindungi masyarakat terdampak iklim. Hal tersebut tercermin dari bagaimana slow-onset disaster belum diperhitungkan, padahal variabel tersebut merupakan karakteristik utama dari L&D. Tata kelola iklim nasional tampaknya hanya mereplikasi serta memperkuat model pembangunan teknokratik dan sentralistik. Setelah presentasi selesai, dilanjutkan dengan sesi tanggapan serta tanya jawab bersama pihak pemerintah.

Pada hari terakhir (11 Oktober 2024), acara ditutup dengan diselenggarakannya rapat internal oleh tim CLICCC untuk membahas refleksi dari desain penelitian di masa mendatang. Hal ini juga berkaitan dengan perencanaan kembali mengenai kolaborasi mitra, pengelolaan lembaga, serta jenis hibah yang ingin didapatkan di masa mendatang.

Written by: Anggita Fitri Ayu Lestari
Editor: Ni Made Diah Apsari Dewi

[IIS RECAP] GO-SOUTH 2024: Global South in Geopolitical Turbulence

Yogyakarta, 8 November 2024 – The Institute of International Studies, Universitas Gadjah Mada (IIS UGM), hosted an annual convention of GO-SOUTH 2024, themed Global South in Geopolitical Turbulence. This annual convention comprised two main agendas, including a special roundtable discussion and an academic seminar.

In the first agenda, the Institute of International Studies, UGM, in collaboration with the Japan Foundation and the Indonesian Association for International Relations (AIHII), organized a special roundtable discussion titled “Japan in Asia: Past, Present, & Future.” As an essential player in the region, Japan has actively contributed to regional economic growth, infrastructure development, and geopolitics in Asia. Hence, this roundtable was designed to initiate vibrant discussion and in-depth dialogue among academics, researchers, and students to reflect on and develop Japanese studies and International Relations in Indonesia. The discussion was held in a hybrid setting, with participants present in person in the Deanery Meeting Room, FISIPOL UGM, and online via Zoom meeting and YouTube Livestream.

The roundtable was conducted in two sessions, moderated by Dr. Luqman-Nul Hakim, the Director of the Institute of International Studies, UGM. The first session discussed the development of Japanese studies in Indonesia in teaching and research and the relationship between Indonesia and Japan in terms of both economic and political relations. Siti Daulah Khoiriati from the Department of International Relations, UGM, and Yako Kozano from the School of Foreign Studies, Aichi Prefectural University, were the main speakers in this first session. The findings delivered by Siti Daulah Khoiriati highlight the development of research themes in Japan that are influenced by the interests of various stakeholders, including educational and research institutions, the government, and funding bodies. She also pointed out that while Japan’s success as a global economic power, technological advancements, and culture have been prominent research themes, there has been limited focus on studying Japanese politics and international relations.

Yako Kozano from the School of Foreign Studies, Aichi Prefectural University, presented his presentation in the roundtable discussion.

Furthermore, Yako Kozano, the second speaker of the first session, presented the topic of Contemporary Political Economic Relations of Japan-Indonesia in Geopolitical Perspectives. He highlighted that Indonesia’s trading partner with Japan has been replaced by the significant presence of the People’s Republic of China (PRC). The relationship between Indonesia and Japan should be based on political-economic and geopolitical practices. A thorough Q&A session then followed the first session.

Agus Haryanto from the Department of International Relations, Universitas Jenderal Soedirman, presented his presentation in the roundtable discussion.

The second session discussed Japan’s engagement and dynamic role in contemporary regional settings and how this would influence Japanese studies’ current and future development in Indonesia and beyond. In the second session, Agus Haryanto from the Department of International Relations, Universitas Jenderal Soedirman, and Isao Yamazaki from the Faculty of Art and Regional Design, Saga University, had a chance to give their valuable insights as the main speakers in the second session. Agus Haryanto explained that Japan’s approach to international security support has evolved significantly over the past few decades, primarily through its Official Development Assistance (ODA) program and the Self-Defense Forces (SDF) deployment. Isao Yamazaki presented Watershed of Reentry or Retreat: History of Indonesia-Japan Relations Revisited. He explained how Japanese culture and propaganda have influenced Indonesia’s society in many aspects, especially in industry, urban planning, music, and art. Before closing the second session, the participants were given the opportunity to ask questions, commentaries, and views.

Isao Yamazaki from the Faculty of Art and Regional Design, Saga University, presented his presentation in the roundtable discussion.

In the second agenda, the Institute of International Studies, UGM, organized an academic seminar themed Global South and the Decolonisation of Knowledge that was held in an online Zoom meeting. The seminar was attended by academicians, practitioners, and experts in relevant fields and aimed to create a robust discussion and debate on the main issue. The academic seminar was moderated by Muhadi Sugiono, lecturer in the Department of International Relations, UGM and the chairman of ICES (Indonesian Community for European Studies), followed by three presentations from each speaker.

Prof. Kate McGregor from the University of Melbourne, delivered her presentation in the academic seminar.

Prof. Kate McGregor from the University of Melbourne delivered the first presentation. She explained transnational women’s activism, global solidarities, and how people in the Global South previously worked together towards a global order today. The roots of Indonesia’s women’s activism were the highlight of her presentation. She also highlighted several actors, including individuals and non-governmental organizations from Indonesia’s grassroots, who highly impacted women’s roles in international activism.

The second presentation on Decolonizing International Relations in Indonesia: How far have we come? was delivered by Dr. Ardhitya Eduard Yeremia Lalisang from Universitas Indonesia. According to him, the study of International Relations should not limit its capabilities in order to gain an understanding of international politics. As a part of the Global South, Indonesia could also have its own unique International Relations theory that deserves recognition. Dr. Yeremia Lalisang has highlighted several acts, cultures, and other milestones that could represent the struggle and also the chance for Indonesia to create its own perspective on International Relations.

In the last presentation, Prof. Mohtar Mas’oed from Universitas Gadjah Mada delivered the presentation titled The Expected Geopolinomic Turbulence & the Global South. According to Prof. Mohtar Mas’oed, from what he sees in Trump’s first term, his return to power would impact the global order. He also pointed out what could be expected from his second term and how the Global South should shape its own path regarding his returns.

The academic seminar was followed by a Q&A session, which ended with a documentation session.

Written by: Anggita Fitri Ayu Lestari
Editor: Albert Nathaniel

[IIS BRIEF] No Momentum for Change: A Look into the Gender Gap of Employment and Shifting Perspective of Women Working in Japan

The discourse on the gender gap in employment is predominantly discussed in developing countries. However, developed countries also face the same problem with different intensities, despite the high number of people who have completed higher education. Women in developed countries still face unequal pay hidden within the triumph from the high rate of women participating in labour. For instance, Japan, as a leading country in education across Asia with a low gender gap rate of -2.7%, has also been one of the bottom performers with a high gender pay gap of 25.9%. How the gender gap in employment persists among developed countries, especially in Japan?

Author: Tri Nur Chasanah
Editor: IIS Team
Designer: Dian Adi MR