Comprehending Contemporary China through “Beyond the Great Wall”

Donec pede justo, fringilla vel, aliquet nec, vulputate eget, arcu. In enim justo, rhoncus ut, imperdiet a, venenatis vitae, justo. Nullam dictum felis eu pede mollis pretium. Integer tincidunt. Cras dapibus. Vivamus elementum semper nisi. Aenean vulputate eleifend tellus. Aenean leo ligula, porttitor eu, consequat vitae, eleifend ac, enim. Aliquam lorem ante, dapibus in, viverra quis, feugiat a, tellus.

Lorem ipsum dolor sit amet, consectetuer adipiscing elit. Aenean commodo ligula eget dolor. Aenean massa. Cum sociis natoque penatibus et magnis dis parturient montes, nascetur ridiculus mus. Donec quam felis, ultricies nec, pellentesque eu, pretium quis, sem. Nulla consequat massa quis enim.

Donec pede justo, fringilla vel, aliquet nec, vulputate eget, arcu. In enim justo, rhoncus ut, imperdiet a, venenatis vitae, justo. Nullam dictum felis eu pede mollis pretium. Integer tincidunt. Cras dapibus. Vivamus elementum semper nisi. Aenean vulputate eleifend tellus. Aenean leo ligula, porttitor eu, consequat vitae, eleifend ac, enim. Aliquam lorem ante, dapibus in, viverra quis, feugiat a, tellus.

Lorem ipsum dolor sit amet, consectetuer adipiscing elit. Aenean commodo ligula eget dolor. Aenean massa. Cum sociis natoque penatibus et magnis dis parturient montes, nascetur ridiculus mus. Donec quam felis, ultricies nec, pellentesque eu, pretium quis, sem. Nulla consequat massa quis enim.

Donec pede justo, fringilla vel, aliquet nec, vulputate eget, arcu. In enim justo, rhoncus ut, imperdiet a, venenatis vitae, justo. Nullam dictum felis eu pede mollis pretium. Integer tincidunt. Cras dapibus. Vivamus elementum semper nisi. Aenean vulputate eleifend tellus. Aenean leo ligula, porttitor eu, consequat vitae, eleifend ac, enim. Aliquam lorem ante, dapibus in, viverra quis, feugiat a, tellus.

Lorem ipsum dolor sit amet, consectetuer adipiscing elit. Aenean commodo ligula eget dolor. Aenean massa. Cum sociis natoque penatibus et magnis dis parturient montes, nascetur ridiculus mus. Donec quam felis, ultricies nec, pellentesque eu, pretium quis, sem. Nulla consequat massa quis enim.

 

 

Ratifikasi TPNW Penting bagi Indonesia!

Perjalanan panjang perjuangan kampanye perlucutan senjata nuklir menghirup udara segar dengan disahkannya Treaty on The Prohibition of Nuclear Weapon (TPNW) pada sidang Perserikatan Bangsa-Bangsa, 7 Juli 2017 lalu. Guna memberikan gambaran lebih komprehensif terkait perjajian tersebut, Institute of International Studies bekerjasama dengan Kementerian Luar Negeri Republik Indonesia melaksanakan kegiatan Seminar “Rencana Ratifikasi Pemerintah Indonesia terhadap Treaty on the Prohibition of Nuclear Weapon (TPNW)”, pada hari Kamis (8/2) di Auditorium Mandiri Gedung BB Lantai 4, FISIPOL UGM.

Seminar ini menghadirkan Laurentius Amrih Jinangkung selaku Direktur Hukum dan Perjanjian Ekonomi Kementerian Luar Negeri Republik Indonesia, Muhammad Rifqi Muna selaku peneliti politik LIPI, Falconi Margono selaku Plt. Kepala Badan Tenaga Nuklir Nasional, Kusnanto Anggoro selaku dosen FISIP Universitas Indonesia, dan Muhadi Sugiono selaku dosen Ilmu Hubungan Internasional Universitas Gadjah Mada sekaligus juru kampanye ICAN di Indonesia. Pemaparan serta diskusi substantif terjadi dengan membahas berbagai isu seputar TPNW.

Laurentius Amrih Jinangkung, selaku pembicara pertama, menyatakan bahwa menjadi penting untuk meratifikasi perjanjian TPNW. Meskipun telah ada berbagai konvensi seputar senjata nuklir, TPNW merupakan perjanjian internasional pertama yang secara eksplisit melarang adanya penggunaan, pengembangan, ataupun kepemilikan senjata nuklir.

Sepakat dengan hal tersebut, Dr. Muhammad Rifqi Muna-pembicara selanjutnya, menambahkan bahwa ratifikasi TPNW penting karena manfaat yang diperoleh dari ratifikasi TPNW lebih banyak dibandingkan kerugian bagi Indonesia. Dari aspek politik global, tindakan ini memiliki dampak berupa pemberian kekuatan dalam proses diplomasi internasional. Sebab, ini mendorong isolasi terhadap negara-negara yang masih menggunakan nuklir. Hal ini juga akan memperkuat posisi Indonesia sebab turut mendorong tatanan internasional yang berlandaskan etika global. Untuk domestik Indonesia, ratifikasi TPNW akan memberikan manfaat berupa terbukanya peluang ekonomi, serta akan memfokuskan tenaga dan pikiran Indonesia untuk pengembangan teknologi nuklir non senjata bagi kepentingan nasional.

Pemanfaatan teknologi nuklir non senjata kemudian dielaborasi lebih lanjut oleh Falconi Margono. Pemanfaatan tersebut dapat menguntungkan Indonesia di antaranya pada bidang energi, untuk dipergunakan sebagai pembangkit listrik; bidang kesehatan, untuk mengembangkan teknologi rontgen serta penelitian obat-obatan; bidang kepurbakalaan, untuk penghitungan jumlah umur artefak maupun fosil; dan bidang-bidang lainnya. Pemanfaatan pada bidang-bidang tersebut, sejalan dengan tujuan pemerintah atas pembangunan berkelanjutan tahun 2030, dengan berkomitmen mengembangkan tenaga nuklir untuk kesejahteraan rakyat Indonesia.

Tidak hanya negara yang harus ambil peran dalam ratifikasi TPNW, Muhadi Sugiono, pembicara berikutnya pula menyatakan, bahwa untuk mendorong negara-negara lain ikut meratifikasi,  masyarakat sipil juga perlu ambil bagian. Salah satu cara adalah dengan membangun sebuah bentuk stereotyping untuk semua negara pemilik senjata nuklir yang tidak menandatangani TPNW, serta mendorong sebuah gerakan sosial politik, baik secara domestik maupun internasional terhadap aktor-aktor tersebut. Cara lain ialah dengan melakukan pendataan terhadap perusahaan- perusahaan yang memiliki investasi senjata nuklir.

Meski demikian, masih terdapat potensi ancaman proliferasi senjata-senjata lain di dunia. Kusnanto Anggoro memaparkan bahwa meski ratifikasi TPNW yang menciptakan rezim non-proliferasi akan memiliki kontribusi untuk menciptakan dunia tanpa senjata nuklir, TPNW tidak sepenuhnya menjamin dunia yang lebih aman; baik karena aktor-aktor non negara, seperti teroris, maupun munculnya berbagai senjata mematikan baru. Potensi kemungkinan berkembangnya senjata nuklir pun masih ada karena masih terlalu banyak alternatif jalan menuju perang, karenanya Kusnanto mengimbau Indonesia untuk tetap bersiap menghadapi potensi kemungkinan berkembangnya senjata nuklir di masa depan.


Institute of International Studies (IIS) adalah mitra resmi ICAN di Indonesia. Sejak 2013, IIS telah terlibat aktif dalam upaya kampanye, baik di Indonesia maupun Asia Tenggara, guna mendorong tercapainya pengadopsian TPNW .Saat ini, IIS fokus pada upaya mendorong pemerintah Indonesia agar segera meratifikasi traktat tersebut. Simak dokumentasi kegiatan kampanye perlucutan senjata nuklir disini


Penulis: Sonya Teresa Debora
Penyunting: Angganararas Indriyosanti

Mendalami Cina Terkini Melalui “Beyond the Great Wall”

Perkembangan Cina sebagai sebuah negara yang semakin dinamis dan asertif menarik perhatian masyarakat internasional. Tak terkecuali di kalangan akademisi hubungan internasional di Indonesia. Dalam rangka menghadirkan forum bagi kalangan profesional untuk mendiskusikan isu-isu terbaru politik domestik maupun politik luar negeri Cina, Institute of International Studies (IIS), Departemen Ilmu Hubungan Internasional (DIHI), Universitas Gadjah Mada (UGM) di tahun 2019 menyelenggarakan forum akademik “Beyond the Great Wall” (BTGW).

BTGW merefleksikan situasi Cina terbaru yang menembus batas konotasi “Tembok Besar”, kokoh, statis, dan isolatif. Makin maraknya diskusi publik di Indonesia yang khusus membahas Cina membuat Dr. Nur Rachmat Yuliantoro, pengajar DIHI UGM yang mendedikasikan ilmunya dalam studi politik Cina, perlu mengambil bagian dalam arus akademik ini. Terlebih, setelah DIHI-UGM melaksanakan pembaharuan kurikulum, kelas-kelas yang mempelajari politik Cina mendapat porsi yang tidak sebesar dahulu.

BTGW diharapkan dapat mengakomodasi wadah diskusi bagi berbagai kalangan untuk mengembangkan ketertarikan pada studi Cina. Dalam edisi kali ini, selain menghadirkan Nur Rachmat Yuliantoro, BTGW juga mengundang Hikmatul Akbar, M.Si, dosen Ilmu Hubungan Internasional Universitas Pembangunan Nasional ‘Veteran’ (UPN ‘V’) Yogyakarta. Ayusia Sabitha Kusuma, M.Sc.Soc Universitas Jendral Soedirman yang juga dijadwalkan menjadi pemateri sayangnya tidak dapat hadir karena kondisi kesehatan yang tidak memungkinkan.

Hikmatul Akbar membuka forum BTGW dengan memaparkan Cina baru di bawah Xi Jinping yang ditandai dengan perluasan pengaruh negara. Semenjak menjabat sebagai Presiden, Xi Jinping cenderung berusaha memusatkan kendali kekuasaan dibawah pengaruhnya. Dalam rangka memastikan stabilitas kebijakan yang ia jalankan, Xi Jinping membawahi secara langsung usuran politik, ekonomi, kebijakan luar negeri, dan bahkan menjadi komando tertinggi angkatan bersenjata Cina. Hal ini tidak lain dilaksanakan dalam rangka mewujudukan “Zhungguo Meng – The Chinese Dream”, yang ditandai dengan Cina sebagai pusat ekonomi, teknologi, dan peradaban diantara negara-negara lain.

Insiatif One Belt One Road kemudian menjelma sebagai instrumen utama dalam implementasi mimpi-mimpi Cina tersebut. Melalui kebijakan bantuan pembangunan infrastruktur tanpa syarat yang memberatkan, Cina mampu menyambungkan jalur-jalur perdagangan strategis di darat dan laut yang memusat ke Cina. Perang dagang, khususnya dengan Amerika Serikat, yang mengiringi ambisi Cina tersebut menurut Hikmatul Akbar disikapi secara terbuka.Cina berusaha tetap menghormati keputusan proteksionis negara-negara lain sembari mengedepankan dialog untuk menyelesaikan krisis ini.

Dalam sesi kedua, Nur Rachmat Yuliantoro mendiskusikan hasil membaca buku “Age of Ambitions: Chasing Fortune, Truth, and Faith in the New China” karya Evan Osnos. Secara garis besar, buku tersebut menggambarkan kondisi masyarakat Cina kontemporer dalam menggapai kemakmuran, kebenaran, dan keyakinan. Melalui buku ini, Osnos menyelipkan satu cerita yang merefleksikan keingan masyarakat Cina dalam mencapai keinginan-keinginan tersebut, dan rintangan-rintangan yang menghadangnya.

Kemakmuran digambarkan Osnos melalui kisah Gong Hainan.Gong Hainan memiliki latar belakang keluarga miskin di pedesaan, namun berkat kegigihannya berhasil melanjutkan pendidikan tinggi hingga memperoleh gelar Master. Apa yang terjadi pada Gong mencerminkan pandangan masyarakat Cina mengenai kemakmuran, yang ditandai dengan bekerja di perkotaan dan memiliki gelar pendidikan tinggi. Hal ini mendorong arus urbanisasi yang tinggi tiap tahunnya.

Adapun Kebenaran bersumber dari dinobatkannya Liu Xiaobo, aktivis pro-demokrasi Cina sebagai peraih Nobel Perdamaian tahun 2010. Cina yang sebelumnya telah menjatuhi hukuman tahanan rumah terhadap Liu atas tuduhan pengkhianatan terhadap negara menjadi berang karenanya. Liu menjadi contoh mulai tumbuhnya kesadaran masyarakat Cina untuk memperoleh kebenaran berekspresi dan berpendapat tanpa adanya tekanan dari pemerintah.

Di bagian terakhir, Keyakinan, Osnos menampilkan kasus tabrak lari yang dialami bocah berumur 2 tahun bernama Wang Yue. Tragisnya, pasca mengalami kecelakaan tersebut, tidak ada satupun orang yang menolong Wang Yue. Baru orang ke-14 yang lewat lah – seorang nenek – yang berinisiatif membawa anak tersebut ke rumah sakit. Kendati mendapat kecaman publik, kasus Wang Yue menurut Osnos menggambarkan keyakinan baru yang muncul di tengah masyarakat, bahwa menolong orang adalah tindakan tidak berguna dan hanya merepotkan diri sendiri. Apabila kita telaah lebih jauh, sikap individualistis tersebut bersumber dari korupnya sistem penegakan hukum di Cina yang memungkinkan seseorang dikriminalisasi karena menolong orang lain.

Pada sesi penutup, Nur Rachmat menyimpulkan bahwa berdasarkan buku tersebut, kita dapat melihat Cina yang sedang berada dalam kondisi dilematis. Di satu sisi, meningkatnya tingkat kesejahteraan melahirkan masyarakat yang mengaspirasikan kebebasan dan kritis terhadap sistem pemerintahan yang berjalan. Sementara di sisi lain, demi mencapai visi langgenggnya kekuasaan Partai Komunis, pemerintah cenderung mengedepankan cara-cara yang cenderung otoriter.


Penulis: Alifiandi Rahman Yusuf
Penyunting: Angganararas Indriyosanti 

ASEAN Summit 2019 Achieved a New History

Lorem ipsum dolor sit amet, consectetuer adipiscing elit. Aenean commodo ligula eget dolor. Aenean massa. Cum sociis natoque penatibus et magnis dis parturient montes, nascetur ridiculus mus. Donec quam felis, ultricies nec, pellentesque eu, pretium quis, sem.

Nulla consequat massa quis enim. Donec pede justo, fringilla vel, aliquet nec, vulputate eget, arcu. In enim justo, rhoncus ut, imperdiet a, venenatis vitae, justo. Nullam dictum felis eu pede mollis pretium. Integer.

  • Donec posuere vulputate arcu.
  • Phasellus accumsan cursus velit.
  • Vestibulum ante ipsum primis in faucibus orci luctus et ultrices posuere cubilia Curae;
  • Sed aliquam, nisi quis porttitor congue

Nunc nec neque. Phasellus leo dolor, tempus non, auctor et, hendrerit quis, nisi. Curabitur ligula sapien, tincidunt non, euismod vitae, posuere imperdiet, leo. Maecenas malesuada. Praesent congue erat at massa. Sed cursus turpis vitae tortor.

  • Donec posuere vulputate arcu.
  • Phasellus accumsan cursus velit.
  • Vestibulum ante ipsum primis in faucibus orci luctus et ultrices posuere cubilia Curae;
  • Sed aliquam, nisi quis porttitor congue