[RECAP] Cangkir Teh #2 : “Transformasi Kerjasama Selatan-Selatan Indonesia: Dari Solidaritas ke Kepentingan?”

Jumat (19/03) Institute of International Studies, Universitas Gadjah Mada (IIS UGM) menyelenggarakan diskusi Cangkir Teh edisi kedua secara virtual melalui platform Zoom Meetings. Pada kesempatan kali ini, IIS UGM mengundang Rizky Alif Alfian, Dosen Departemen Ilmu Hubungan Internasional, Universitas Gadjah Mada untuk menjadi narasumber dalam diskusi yang bertajuk “Transformasi Kerjasama Selatan-Selatan Indonesia: Dari Solidaritas ke Kepentingan?”. Untuk mendampingi Rizky, IIS UGM mengundang Muhammad Indrawan Jatmika, Staf Peneliti IIS UGM sebagai moderator diskusi.

Pada kesempatan tersebut, Rizky membahas mengenai artikel yang ditulisnya bersama dengan Dr. Poppy S. Winanti, dan berjudul “Indonesia’s South–South cooperation: when normative and material interests converged“. Artikel tersebut telah terbit pada jurnal International Relations of the Asia-Pacific edisi  September 2019. Lewat diskusi tersebut, Rizky mengajak para partisipan Cangkir Teh untuk mendiskusikan bersama mengenai dinamika transformasi Kerjasama Selatan-Selatan yang dilakukan oleh Indonesia, dan kombinasi kepentingan normatif dan material yang terjadi seiring dengan berubahnya situasi politik di Indonesia.

Rizky membuka sesi dengan menjelaskan mengenai definisi “Selatan” yang digunakan dalam pembangunan argumen, dimana ia melihat bahwa mayoritas negara-negara selatan memiliki kesamaan nasib sebagai negara-negara post-colonialism. Hal ini dapat dilihat dari partisipan yang terlibat didalam konferensi Bandung.  Selanjutnya, negara-negara selatan membangun kerja sama dengan dilandasi dua kepentingan yang berbeda, yaitu normatif, yang didasari oleh persamaan nasib dan keinginan untuk tidak lagi menjadi obyek dari negara – negara utara, dan material, yang didasaro oleh kepentingan politik dan ekonomi masing-masing negara, termasuk Indonesia.

Namun, seiring dengan berjalannya waktu, terjadi transformasi kerja sama selatan-selatan yang dilakukan oleh Indonesia, dimana motivasi Kerjasama yang awalnya didasari oleh kepentingan  normatif mengalami transformasi menjadi konvergensi kepentingan normatif dan material. Kepentingan normatif juga mengalami transformasi dari sistem internasional menjadi kompromi. Pada era kontemporer ini, Rizky berargumen bahwa Indonesia melandasi kerja sama selatan-selatannya dengan konvergensi antara kepentingan normatif dan material.

Selanjutnya, Rizky juga membagi transformasi kerja sama selatan – selatan yang dilakukan oleh Indonesia kedalam 3 fase berbeda. Pada fase pertama yang berlangsung pada masa Orde Lama, Kerjasama selatan-selatan Indonesia sepenuhnya didasari oleh kepentingan normatif dan berlandaskan solidaritas untuk membangun kerjasama antar negara selatan yang revolusioner. Pada fase kedua, Indonesia mulai beralih untuk mengutamakan kepentingan material, dibawah kepemimpinan Orde Baru, yang mementingkan kepentingan politik dan ekonomi dalam merancang kerja sama selatan-selatan. Fase terakhir atau fase ketiga ditandai dengan terjadinya konvergensi diantara kepentingan normatif dan material, dan dimulai pada era reformasi, dan masih terus dipertahankan sampai saat ini.

Seusai pemaparan materi, Rizky mengajak para peserta untuk mendiskusikan bersama tentang kerja sama selatan-selatan yang telah dilakukan oleh Indonesia. Dengan dimoderatori Indrawan, sesi diskusi berjalan dengan cukup kondusif dan dipenuhi dengan antusiasme dari para peserta yang terlibat


Penulis : Raditya Bomantara

Penyunting : Mariola Yansverio

0 replies

Leave a Reply

Want to join the discussion?
Feel free to contribute!

Leave a Reply

Your email address will not be published.