[RECAP] Beyond the Great Wall #26: Chinese Cuisine & Soft Power

Jumat (26/05) lalu, Institute of International Studies, Universitas Gadjah Mada menyelenggarakan edisi ke-26 dari serial diskusi dwibulanan Beyond The Great Wall. Edisi ke-26 kali ini mengangkat tema “Chinese Cuisine & Soft Power”, dan membahas mengenai makanan dan minuman sebagai sebuah komponen dari penyebaran soft power Cina ke negara – negara lain. Untuk membahas mengenai topik ini, pada kesempatan tersebut IIS UGM mengundang dua pembicara untuk membahas materinya, yaitu Mohammad Izam Dwi Sukma, (Mahasiswa Studi Hubungan Internasional, Universitas Islam Indonesia) dan Nadya Zafira (Mahasiswi Ilmu Hubungan Internasional, Universitas Gadjah Mada). Sebagai moderator, IIS UGM mengundang Selma Theofany (Staf Divisi Riset Institute of International Studies Universitas Gadjah Mada). Sebelum sesi materi dimulai, Theo sebagai moderator menyampaikan tata tertib ruang diskusi sekaligus memeprkenalkan kedua pembicara secara singkat

Sesi dibuka oleh Mohammad Izam Dwi Sukma, yang membawakan materinya yang berjudul “Bisnis Minuman Manis : Komponen Soft Power Terkini Tiongkok?”. dalam materinya kali ini, Izam mengangkat kasus studi merk minuman manis Mixue, sebagai salah satu merk minuman manis asal negeri tirai bambu yang dengan cepat menjamur dan berhasil membuka cabangnya di berbagai kota di Indonesia. Lewat berbagai macam brand (termasuk Mixue), Cina dapat memproyeksikan produk minuman manisnya sebagai salah satu komponen soft power yang merambah berbagai kota di Indonesia, dan mampu menyaingi merk dagang lain yang menjual produk sejenis.

Seusai pemaparan Izam, Nadya melanjutkan sesi BTGW #26 dengan membawakan materi power pointnya dengan judul “What Makes Nasi Goreng So Good?”. Lewat materinya,  Nadya membahas mengenai kuliner-kuliner dan resep makanan Tiongkok yang telah mendunia, dan bahkan setelah melalui proses waktu yang tidak sebentar, mengalami proses asimilasi dengan produk – produk makanan lokal untuk menyesuaikan dengan selera masyarakat negara yang dituju. Lewat proses naturalisasi resep kuliner, resep – resep masakan Cina menjadi dikenal di seluruh bagian dunia dan dapat menyesuaikan dengan lidah masyarakat lokal (salah satu contohnya, adalah nasi goreng).

Seusai pemaparan oleh kedua narasumber, sesi dilanjutkan dengan sesi tanya jawab yang berlangsung dengan kondusif dan lancar, sebelum kemudian ditutup dengan closing statement oleh kedua narasumber. Pada kesempatan kali ini BTGW #26 dihadiri oleh sekitar 40 partisipan yang cukup antusias dan partisipatif.