[RECAP] Beyond The Great Wall #10 : Cina: Inisiatif di Bidang Energi dan Transportasi

Pada Jumat (18/9) lalu, Institute of International Studies (IIS) UGM kembali mengadakan forum diskusi dwibulanan Beyond the Great Wall (BTGW) secara daring. BTGW edisi kesepuluh kali ini menghadirkan Alfin Febrian Basundoro, Wakil Ketua Penalaran UPII UGM dan Caesar Leonardo, Director of Student Association of Belt and Road Initiative (SABRI) Chapter UGM. Sesuai dengan tajuk kegiatan ”Cina: Inisiatif di Bidang Energi dan Transportasi Kedua pembicara akan mengangkat tema mengenai inisiatif Cina pada dua bidang yang berperan menopang pertumbuhan ekonomi Cina, yaitu bidang energi dan transportasi.

Sesi pertama dibuka oleh Alfin yang membawakan materinya dengan judul “New Eurasian Land Bridge: Ekspansi Sektor Perkeretaapian Tiongkok”. Sektor perkeretaapian telah lama menjadi tulang punggung Cina, dimana pada tahun 2007 semua propinsi di Cina telah tersambung via jalur kereta. Dengan panjang rel kereta api di Cina mencapai 140.000 KM, jaringan rel yang masif tersebut mendukung penyediaan kereta cepat bagi jutaan penduduk dan menjadikan Cina sebagai negara pemilik jaringan kereta api cepat terpanjang di Dunia. Selain membangun jaringan kereta api domestik, ekspansi sektor perkeretaapian Cina juga turut didukung dengan Kerjasama regional dengan beberapa negara, yang kemudian direalisasikan lewat program New Eurasian Land Bridge.

New Eurasian Land Bridge atau NELB sendiri merupakan sebuah koridor berbasis rel yang menghubungkan Cina, Asia tengah dan Eropa Timur. Sebagai bagian dari Belt and Road Initiatives, program ini disebut sebagai bentuk dari implementasi jalur sutra di era modern untuk mendukung kegiatan perekonomian melewati koridor Asia Tengah. Jalur darat dipilih sebagai alternatif dari jalur laut yang relatif lebih panjang dan memakan waktu lebih lama, dan menjanjikan perpindahan komoditas yang lebih efektif karena kereta api dapat membawa kargo lebih banyak apabila dibandingkan dengan jalur udara. Sejak dioperasikan pada tahun 2011, NELB mengalami peningkatan lalu lintas yang signifikan setiap tahunnya, dan telah berperan penting dalam menghubungkan dua benua serta meningkatkan investasi antara Cina dan Eropa.

Selanjutnya, Alfin menyampaikan bahwa NELB telah menguntungkan kedua belah pihak, namun juga harus menghadapi banyak tantangan kedepannya. Bagi Cina, NELB menjanjikan efektivitas dan kemudahan transportasi dan perpindahan komoditas, mendukung peningkatan perdagangan dengan negara-negara Eropa, serta mendukung diversifikasi komoditas yang dapat dikirimkan. Bagi negara-negara Eurasia, NELB menjanjikan terbukanya zona perdagangan bebas baru di kawasan Asia Tengah, menciptakan interkonektivitas di kawasan Eurasia, dan menghubungkan kawasan tersebut dengan koridor ekonomi lain di Eropa. Di sisi lain, NELB juga harus menghadapi beberapa tantangan, seperti perbedaan lebar rel, ketersediaan infrastruktur yang belum berimbang, kondisi politik negara-negara yang dilaluinya, hingga ketersediaan sumber daya manusia yang belum seragam.

Pada akhir pemaparannya, Alfin menyimpulkan bahwa NELB merupakan sebuah bagian yang sangat penting dari ekspansi sektor perkeretaapian Tiongkok yang telah berjalan lama. Dengan fitur-fitur yang disediakan, NELB tidak hanya menguntungkan Cina, namun juga mendukung perkembangan regional Asia Tengah dengan menyediakan sarana untuk mempercepat perputaran komoditas ekonomi dengan menyediakan jalur distribusi yang mendukung industri dari dua benua. Tidak heran, NELB menjadi salah satu salah satu dari 5 program andalan Cina di kawasan Asia Tengah.

Sesi dilanjutkan oleh Leo, yang memaparkan materinya yang bertema “Chinese Nuclear Energy Initiatives”. Sama halnya dengan bidang transportasi, bidang energi juga menjadi sangat penting bagi perkembangan ekonomi Cina di era Modern. Pengembangan energi nuklir dimulai oleh Mao Zedong pada tahun 1950an, dan masih terbatas pada kegunaan nuklir sebagai senjata. Pada era Deng Xiaoping, nuklir mulai dipandang sebagai sumber energi alternatif lewat program “four modernization” sebagai salah satu solusi bagi keamanan energi Cina. Reaktor nuklir Qinshan menjadi reaktor nuklir pertama CIna yang mulai beroperasi pada tahun 1991, dan menjadi awal dari pembangunan energi nuklir Cina yang progresif dan direncanakan untuk melampaui ekspor energi dari reaktor Amerika dan Eropa pada tahun 2035.

Menurut Leo, energi nuklir dipilih Cina karena memiliki beberapa kelebihan apabila dibandingkan dengan sumber energi alternatif lainnya. Dari segi emisi, energi nuklir memiliki emisi yang jauh lebih rendah dari bahan bakar fosil, karena memiliki efisiensi material yang tinggi. Selain itu, tingkat keterjangkauan energi listrik yang dihasilkan oleh tenaga nuklir juga relatif lebih terjangkau apabila dibandingkan dengan listrik hasil batubara dan panel surya. Dari segi politik, negara-negara barat sudah mulai meninggalkan energi nuklir, dan mencari energi alternatif lain yang lebih aman. Sebagai implikasinya, Cina memiliki kesempatan untuk menjadi pionir industri pengembangan energi nuklir global

Dari segi pengembangan, orientasi pengembangan energi nuklir Cina mengalami perubahan yang cukup signifikan. Seperti yang telah disebutkan Alfin sebelumnya, pada era Deng Xiaoping, Cina mengembangkan energi nuklir untuk mencapai keamanan energi domestik. Cina menjalin kerja sama dengan menjalin kerja sama dengan negara-negara yang sudah terlebih dahulu mengembangkan energi nuklir seperti Perancis dan Amerika Serikat. Untuk mengatasi faktor keterbatasan sumber daya, Cina mengekspor uranium dari negara-negara Afrika untuk menjamin suplai. Kini, Ketika keamanan energi domestik telah tercapai dan Cina telah memiliki pengalaman yang cukup dalam mengembangkan energi nuklir, Cina mulai mempersiapkan diri menjadi produsen yang mempromosikan penggunaan energi nuklir bagi negara lain. Perubahan orientasi ini juga didukung oleh  BRI, yang memberikan ruang bagi Cina untuk bekerjasama dengan negara negara lain dalam pengembangan industri energi nuklirnya.

Sebagai penutup, Leo memaparkan beberapa tantangan yang harus dihadapi Cina kedepannya dalam mengembangkan energi nuklir. Pertama, Keraguan terhadap pengembangan energi nuklir. Keraguan tersebut didasari oleh faktor keamanan yang didasari oleh karena beberapa kecelakaan seperti kebocoran reaktor di Chernobyl dan Fukushima, dan sifat dari limbah nuklir yang radiatif.  Kedua, sumber energi alternatif lain yang lebih populer. Pemain besar dari industri bahan bakar fosil seperti Total lebih memilih untuk berinvestasi dalam pengembangan panel surya dan turbin angin dibanding energi nuklir. Ketiga, faktor Politik dalam negeri Cina. Meskipun sudah ada tendensi untuk menjadi pemain global dalam pengembangan energi nuklir, namun pada realitanya, pemerintah Cina masih sulit untuk lepas dari bahan bakar fosil yang masih dominan dipakai oleh sektor industri dalam negeri. Ketiga faktor ini, menurut Leo merupakan tantangan yang harus dihadapi Cina dalam pengembangan energi nuklir kedepannya.


 

0 replies

Leave a Reply

Want to join the discussion?
Feel free to contribute!

Leave a Reply

Your email address will not be published.