Commentaries : Signifikansi Traktat Pelarangan Senjata Nuklir bagi Perdamaian Dunia dan Urgensi Indonesia

Traktat Pelarangan Senjata Nuklir (Treaty on the Prohibition on Nuclear Weapons/TPNW) pertama kali diadopsi pada tahun 7 Juli 2017 untuk menjawab kebutuhan akan sebuah instrumen hukum yang dapat mengatur kepemilikan dan pengembangan senjata nuklir bagi negara-negara anggotanya. Berangkat dari kekhawatiran akan terulangnya tragedi kemanusiaan Hiroshima dan Nagasaki di tanggal 6 dan 9 Agustus 1945, TPNW diharapkan dapat menghentikan segala aktivitas yang berhubungan dengan senjata nuklir dan bermuara pada pemusnahan secara total.

Cara TPNW Bekerja

TPNW memiliki karakter yang unik jika dibandingkan dengan konvensi-konvensi pengaturan senjata nuklir yang telah ada sebelumnya, seperti Non-Proliferation Treaty (1968) dan konvensi tentang kawasan bebas-nuklir lainnya. Traktat ini tidak hanya melarang pengembangan, uji coba, pertukaran, penggunaan, dan penyimpanan senjata nuklir bagi negara anggota, tapi juga melarang mereka untuk menjadi ‘host’ bagi negara lain untuk melakukan aktivitas serupa. Selain itu, TPNW juga mengatur kewajiban negara membantu korban yang disebabkan oleh aktivitas nuklir, termasuk di antaranya memberi jaminan kesehatan, psikologis, dan tunjangan ekonomi. 

Secara teknis, negara-negara dapat memilih untuk menghilangkan kepemilikan dan keterlibatan mereka dalam aktivitas senjata nuklir sebelum meratifikasi TPNW atau secara berangsur dan konsisten mengurangi aktivitas tersebut dalam kurun waktu yang telah disepakati. Setelah negara-negara tersebut berhasil melucuti fasilitas senjata nuklirnya, International Atomic Energy Agency (IAEA) akan memberlakukan pengamanan ketat guna menjamin benar-benar tidak ada lagi fasilitas yang tersisa untuk digunakan di masa depan.

Secara prinsip, TPNW bekerja dengan cara kolektif melalui pemberian stigma pada senjata nuklir dan pihak-pihak yang melakukan aktivitas terkait. Sejarah menunjukkan bahwa senjata-senjata yang telah mendapat larangan seiring berjalannya waktu akan semakin kehilangan status politisnya – membuat kebutuhan akan senjata tersebut semakin menurun, perusahaan persenjataan semakin sulit mendapat bantuan dana untuk pengadaan senjata nuklir, dan para investor juga harus berpikir ulang untuk berinvestasi pada sektor tersebut karena ada reputasi baik yang menjadi taruhan. Dalam jangka panjang, berkurangnya signifikansi kepemilikan senjata nuklir secara global dapat mewujudkan cita-cita diciptakannya TPNW, yakni pemusnahan total senjata nuklir yang mengancam perdamaian dunia.

Sifat kolektif TPNW tidak hanya terletak pada stigmatisasi senjata nuklir, tapi juga pada efektivitas pemberlakuannya. TPNW hanya dapat secara hukum mengikat negara-negara yang telah melakukan ratifikasi, terlepas traktat itu sendiri telah resmi berlaku sejak tanggal 21 Januari 2021. Sehingga, meskipun terhitung hari ini (9/8/2021) sudah ada 55 negara yang meratifikasi, butir-butir perjanjian yang termuat di dalam TPNW belum bisa berlaku secara menyeluruh. Hal inilah yang kemudian mendorong urgensi diratifikasinya TPNW oleh lebih banyak negara, terutama mereka yang memiliki kapasitas senjata nuklir yang besar dan secara aktif mengembangkannya, seperti Amerika Serikat, Rusia, Cina, Perancis, dan Inggris. 

Namun, bukan berarti dukungan dari negara-negara yang tidak memiliki kapasitas serupa tidaklah penting. Senjata nuklir merupakan bencana yang dapat menimpa semua pihak tanpa diskriminasi. Dampak yang disebabkan oleh senjata nuklir tidak hanya memilih mereka yang mengibarkan perang, tapi juga mencakup rakyat sipil yang tidak bersalah dan lingkungan untuk jangka waktu yang panjang. Kompetisi pengembangan senjata nuklir juga mengakibatkan senjata ini semakin diminati sebagai strategi pertahanan negara – seperti yang pernah diungkapkan oleh PM Inggris, Boris Johnson, ketika mengumumkan keputusan untuk menambah hulu ledak nuklir Inggris. Sehingga, bukan tidak mungkin senjata ini akan diluncurkan jika perang terjadi di masa depan. Bukankah sejarah sudah membuktikannya?

Di samping itu, dukungan secara masif dari berbagai negara dapat menguatkan relevansi dari nilai-nilai yang terkandung dalam TPNW. Negara yang sebelumnya percaya bahwa senjata nuklir merupakan solusi pertahanan yang baik dapat berubah pikiran setelah menyaksikan banyaknya negara yang memutuskan untuk meratifikasi TPNW. Bukan hanya sekedar tidak lagi melihat senjata nuklir sebagai solusi, negara-negara ini juga dapat berempati kepada pihak-pihak yang ingin bebas dari momok tersebut dan merasa turut bertanggung jawab atas kemaslahatan orang banyak.  Hal ini terbukti saat Perancis dan Cina bergabung ke dalam Non-Proliferation Treaty setelah beberapa dekade sebelumnya menunjukkan pertentangan.

Peran Indonesia

Indonesia tidaklah terkecuali. Indonesia merupakan salah satu saksi sejarah dan bagian dari sekelompok negara yang paling awal membubuhkan tanda tangan untuk TPNW pada tanggal 20 September 2017. Namun, hingga saat ini tindakan tersebut belum dilanjutkan oleh ratifikasi. 

Pelucutan senjata nuklir seharusnya menjadi salah satu perhatian dan komponen penting dari politik luar negeri Indonesia yang seyogianya diikuti dengan tindakan nyata, yakni ratifikasi. Ratifikasi oleh Indonesia memiliki nilai dan pengaruh yang sangat signifikan bagi TPNW – meskipun saat ini Indonesia belum memiliki kapasitas senjata nuklir. Indonesia merupakan negara dengan populasi terbesar ke-4 di dunia dengan jumlah populasi sebanyak 260 juta jiwa. Jika diakumulasikan dengan total 1,08 miliar warga yang dinaungi oleh 55 negara peratifikasi TPNW lainnya, maka buah ratifikasi Indonesia dapat melindungi 1,34 miliar manusia dari ancaman perang nuklir di masa depan. 

Indonesia juga terlibat aktif dalam berbagai organisasi internasional bergengsi, termasuk di antaranya G20 dan Southeast Asia Nuclear Weapon-Free Zone (SEANWFEZ). Bergabungnya Indonesia ke dalam TPNW dapat mempengaruhi negara-negara lain untuk turut mengambil langkah serupa. Sebagai anggota SEANWFEZ sendiri, ratifikasi TPNW dapat dilihat sebagai upaya perluasan global dari tujuan awal dibentuknya organisasi tersebut, yakni mewujudkan Asia Tenggara sebagai kawasan bebas nuklir. Terlebih, jika dilihat dari perspektif keamanan, Indonesia bukanlah negara yang dapat duduk tenang bila penggunaan senjata nuklir menjadi lumrah di masa depan. Indonesia rawan akan konflik perbatasan serta aktivitas kejahatan transnasional. Alam Indonesia yang luas dan kaya juga akan sangat terdampak oleh segala bentuk aktivitas senjata nuklir.

Pada hakikatnya, meratifikasi TPNW bukanlah sekedar tentang kewajiban Indonesia untuk menjaga ketertiban dunia dan perdamaian abadi seperti yang telah diamanatkan oleh konstitusi UUD 1945, tapi juga merupakan bentuk tuntutan akan hak seluruh warga negara atas ruang hidup yang aman dan bebas dari ancaman eksistensial hingga generasi-generasi yang akan datang.

Referensi

 

Booth, W. (2021). Boris Johnson’s vision for post-brexit ‘Global Britain’ includes more nuclear weapons. Washington Post. https://www.nytimes.com/2020/10/25/world/americas/nuclear-weapons-prohibition-treaty.html

 

Gladstone, R. (2020). Treaty to prohibit nuclear weapons passes important threshold. The New York Times. https://www.nytimes.com/2020/10/25/world/americas/nuclear-weapons-prohibition-treaty.html

 

How the treaty works. (2021). ICAN. https://www.icanw.org/how_the_tpnw_works

 

Lovold, M. (2021). Why does the nuclear ban treaty matter. International Committee of the Red Cross. https://www.icrc.org/en/document/why-nuclear-ban-treaty-matters

 

Marin-Bosch, M.  A nuclear weapons-free world: is it achievable? United Nations. https://www.un.org/en/chronicle/article/nuclear-weapons-free-world-it-achievable


Penulis : Cut Intan Auliannisa Isma

0 replies

Leave a Reply

Want to join the discussion?
Feel free to contribute!

Leave a Reply

Your email address will not be published.