New Search

If you are not happy with the results below please do another search

1 search result for:

1

Commentaries : Bayang-Bayang Ancaman Senjata Nuklir 76 tahun setelah Pengeboman Hiroshima dan Nagasaki

Dilansir dari studi yang dilaksanakan oleh Stockholm International Peace Research Institute (SIPRI), terhitung awal tahun 2021, ada sekitar 13.080 senjata nuklir di dunia. Jumlah ini merupakan akumulasi dari kepemilikan senjata nuklir oleh 9 negara, baik negara yang memiliki senjata nuklir secara sah (nuclear weapons states), yakni kelima negara anggota tetap Dewan Keamanan (DK) PBB, maupun yang tidak sah (states with nuclear weapons) seperti India, Pakistan, Israel dan Korea Utara. Walaupun jumlah ini merupakan sebuah penurunan dari awal tahun 2020, terdapat peningkatan jumlah senjata nuklir yang saat ini dikerahkan dengan kekuatan operasional dari 3.720 hingga 3.825 (Global Nuclear Arsenals Grow as States Continue to Modernize, 2021). Sekitar 2.000 diantaranya yang merupakan milik Rusia atau Amerika Serikat masih disiagakan dan dapat setiap saat digunakan. Jumlah yang tidak sedikit ini merupakan sebuah peringatan bahwa ancaman senjata nuklir masih membayang-bayangi dunia, 76 tahun setelah pengeboman Hiroshima dan Nagasaki. 

Pengembangan yang dilakukan oleh negara-negara pemilik senjata nuklir juga dapat dilihat dari penambahan arsenal dan peningkatan kualitas senjata nuklir mereka. Tiongkok baru-baru ini dilaporkan telah secara berangsur meningkatkan ukuran dan mendiversifikasikan komposisi arsenal nuklir mereka (China, 2021). Hal ini menambah kekhawatiran akan stabilitas dan keamanan internasional. Selain itu, mengacu Integrated Review of Security, Defence, Development and Foreign Policy yang dirilis pada bulan Maret 2021, Inggris melaporkan bahwa mereka memutuskan untuk meningkatkan jumlah persediaan hulu ledak nuklir sebanyak 260. Inggris menyatakan keputusan ini dilakukan karena kekhawatiran atas meningkatnya ancaman kontemporer, khususnya persaingan global dan proliferasi teknologi baru. Langkah yang dilakukan Inggris merupakan kemunduran dari janji Inggris pada tahun 2010 untuk mengurangi persediaan menjadi di bawah 180 pada pertengahan 2020. 

Ketegangan geopolitik yang muncul antara negara-negara pemilik senjata nuklir juga dapat berperan pada meningkatnya ancaman senjata nuklir. Sebagai contoh, hubungan bilateral Amerika Serikat dan Rusia yang bersitegang, membuat kedua kepala negara tidak ragu untuk menggunakan senjata nuklir mereka apabila kepentingannya terganggu. Walaupun pada Juni 2021 ini Presiden Putin dan Presiden Biden telah setuju bahwa “nuclear war cannot be won and must never be fought (perang nuklir tidak dapat dimenangkan dan oleh karena itu tidak boleh sampai dilakukan),” setahun lalu ketegangan kedua negara memunculkan narasi bahwa penggunaan senjata nuklir sangat memungkinkan. Mengamati kejadian ini, CEO NTI Ernest J. Moniz dan mantan senator Sam Nunn berpendapat bahwa “Not since the 1962 Cuban missile crisis has the risk of a U.S-Russian confrontation involving the use of nuclear weapons been as high as it is today (konfrontasi antara AS dan Rusia berkaitan dengan senjata nuklir tidak pernah setinggi hari ini sejak krisis misil Kuba pada tahun 1962).” 

Kekhawatiran terhadap ancaman senjata nuklir juga didorong oleh kurangnya transparansi beberapa negara pemilik senjata nuklir. SIPRI memaparkan bahwa ketersediaan informasi tentang status persenjataan nuklir yang dapat dipercaya antara negara-negara pemilik senjata nuklir bervariasi. AS dan Inggris telah mengeluarkan cukup banyak informasi mengenai kemampuan nuklir mereka masing-masing. Sama seperti AS dan Inggris, Prancis juga melaporkan beberapa informasi penting mereka. Rusia menolak untuk membagi informasi persenjataan nuklir mereka secara terbuka, walaupun ada indikasi bahwa Rusia mengabarkan beberapa informasi ini kepada AS. Studi SIPRI juga menunjukkan bahwa Tiongkok lebih terbuka dalam melaporkan kekuatan persenjataan nuklir mereka dibandingkan beberapa tahun lalu, meskipun tidak diimbangi dengan informasi mengenai rencana pengembangannya di masa depan yang masih sangat sedikit. India dan Pakistan telah membuat pernyataan tentang uji coba rudal mereka, namun informasi tentang status atau ukuran persenjataan nuklir yang dimiliki tetap dirahasiakan. Sama seperti India dan Pakistan, Korea Utara juga mengakui uji coba rudal dan senjata nuklir telah dilaksanakan, namun tidak memberikan informasi mengenai kapasitas senjata nuklir mereka. Sesuai dengan kebijakan lamanya, Israel hingga saat ini tidak mengomentari persenjataan nuklir mereka. Kurangnya transparansi dari negara-negara pemilik senjata nuklir dan tidak terprediksinya ketegangan geopolitik yang mungkin muncul, berperan terhadap meningkatnya rasa takut akan munculnya perang nuklir lain. 

Peristiwa Hiroshima dan Nagasaki yang menewaskan sekitar 129.000 hingga 226.000 orang yang kebanyakan adalah warga sipil merupakan pengingat betapa destruktif dan berbahayanya perang nuklir. Harapan para warga sipil bergantung pada rasionalitas kepala negara untuk terus mengingat dampak dari perang nuklir dan menahan diri untuk menggunakan senjata nuklir yang dimiliki sebagai senjata perang. Akan tetapi kekhawatiran muncul di tahun 2018 silam ketika Donald Trump yang saat itu masih menjabat sebagai presiden AS, tidak ragu melontarkan ancaman untuk menyerang negara lain dengan senjata nuklirnya. Trump menanggapi pernyataan pemimpin Korea Utara –Kim Jong Un – bahwa “[the] Nuclear Button is always on my table (Tombol Nuklir selalu berada di atas meja saya), dengan cuitan “…I too have a Nuclear Button, but it is a much bigger and more powerful than his, and my Button works! (Saya juga memiliki Tombol Nuklir, yang lebih besar dan lebih kuat dari miliknya, dan Tombol saya bekerja).” Tidak ragunya kepala negara dalam melontarkan ancaman untuk menggunakan Tombol Nuklir mereka dan memulai perang nuklir di abad ke 21, terus mengingatkan bahwa selama senjata nuklir masih ada dan terus dikembangkan maka dunia masih berada dibawah ancaman perang nuklir.

Studi survei yang dilaksanakan oleh International Committee of the Red Cross (ICRC) terhadap lebih dari 16.000 generasi milenial (responden berumur antara 20-35) di 16 negara yang dibagi menjadi negara yang mengalami perang atau konflik dan negara yang tidak, menunjukkan bahwa kekhawatiran akan pecahnya perang nuklir masih membayangi generasi milenial. Menurut hasil studi yang bertajuk Millennials on War, 54% responden meyakini bahwa senjata nuklir masih akan digunakan sebagai alat perang dalam 10 tahun ke depan. Mayoritas responden (84%) menunjukkan oposisi mereka terhadap penggunaan senjata nuklir dalam keadaan apapun. Sekitar 64% responden setuju bahwa negara-negara pemilik senjata nuklir harus mengeliminasi senjata nuklir mereka, dan 59% responden setuju bahwa negara yang tidak memiliki senjata nuklir tidak perlu memilikinya. 

Referensi

Biden and Putin agree: “Nuclear war cannot be won and must never be fought.” (2021). DW. https://www.dw.com/en/biden-and-putin-agree-nuclear-war-cannot-be-won-and-must-never-be-fought/a-57921072

China. (2021). NTI. https://www.nti.org/learn/countries/china/

Global Britain in a competitive age: The Integrated Review of Security, Defence, Development and Foreign Policy. (2021). HM Government. https://assets.publishing.service.gov.uk/government/uploads/system/uploads/attachment_data/file/969402/The_Integrated_Review_of_Security__Defence__Development_and_Foreign_Policy.pdf

Global nuclear arsenals grow as states continue to modernize. (2021). Stockholm International Peace Research. https://www.sipri.org/media/press-release/2021/global-nuclear-arsenals-grow-states-continue-modernize-new-sipri-yearbook-out-now

Løvold, M. (2020). Lessons from the ICRC’s Millennials on War Survey for Communication and Advocacy on Nuclear Weapons. Journal for Peace and Nuclear Disarmament, 3(2), 410–417. https://doi.org/10.1080/25751654.2020.1859216

Millennials on War. (2020). International Committee of the Red Cross.

Moniz, E. J., & Nunn, S. (2019). The Return of Doomsday: The New Nuclear Arms Race -and How Washington and Moscow Can Stop It. Foreign Affairs. https://www.foreignaffairs.com/articles/russian-federation/2019-08-06/return-doomsday

SIPRI Yearbook 2019. (2019). https://www.sipri.org/yearbook/2019/06

Trump to Kim: My nuclear button is “bigger and more powerful.” (2018). BBC News. https://www.bbc.com/news/world-asia-42549687

United Kingdom. (2021). NTI. https://www.nti.org/learn/countries/united-kingdom/


Penulis : Nabilah Nur Abiyanti